Tuesday, April 5, 2016

Bertahanlah Manl(i/a)ng

Karena semenjak tadi angin hanya bergurau dengan langit. Tertawa tentang mendung yang datang kadang-kadang tanpa hujan di peraduan. Ada panas yang makin menggigit kala sedu sedan tak berpadam. Kemudian yang paling kejam memang kesepian. Karena yang berguraupun tak lucu, ramai pun senyap membiru

Asingkah dengan keadaan? Bukankah disebuah tujuan pernah kita punya waktu, canda, duka yang dibungkus rasa serupa? Bahkan kita pernah berkaca-kaca ketika usaha sampai pada titik pasrah pada Yang Paling Berkuasa. Apapun yang judulnya cinta selalu butuh lembaran tebal untuk disentuh. Meski usang tapi ada senyum saat mengenang.

Bukankah semua orang butuh ruang? Keleluasaan selalu datang dari kepercayaan. Buat apa kekang-kekang kalau punya kunci cadangan untuk keluar? Sebenarnya, ia hanya butuh setia dan percaya. Karena percuma menertibkan seorang pengkhianat dengan kesetiaan atau mendikte seorang pembohong dengan kepercayaan.

Jangan jadi liat nanti kalau yang nanti-nanti masih leluasa berandai menari-nari. Sedangkan yang sudah-sudah khayalan pernah diusir kenyataan. Ini impian atau mimpi? Sedangkan dari bual, dikit-dikit kita pernah jatuh yang asyik sampai akhirnya hati dijatuhkan belati. Jangan memutilasi diri sendiri, tau ada resiko kenapa mesti bermain dengan akibat?

Jubah paling panjang untuk sembunyi paling tak terintrogasi. Tapi lagi-lagi sidik jari bicara sendiri. Tentang apa yang tersembunyi sampai yang seolah-olah berbenah diri. Sesal memang menyeruak sampai malam. Hingga pagi menjelang, perang rindu dengan sesal masih menghasilkan seri. Rona-rona jingga cuma mau bilang "bertahanlah malang!" Namun bukankah hidup menuntut untuk tetap berpetualang? Berpetualanglah terus tapi jangan lupa berkemas ulang. Tak perlu tunggu keadaan genting untuk berpaling. Karena sungguh yang paling baik adalah berpaling setelah menyelesaikan yang genting.

4 comments:

  1. Apakah si malang perlu menertibkan pengkhianat atau yang lainnya? Jawabnya tidak ada yang perlu ditertibkan, karena si malang cukup memberikan ruang dan keleluasaan untuk bergerak sehingga dapat sama-sama menaruh rasa saling percaya dan setia. Sehingga tak ada kata untuk menunggu waktu genting dan kata berpaling lagi.

    ReplyDelete
  2. Karena si malang tak perlu kata berpaling (lagi)
    Great comment. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe iya mbak. Tulisannya yang bagus kok hehehe. Commentnya masih berlanjut di bawah mbak. :D

      Delete
  3. Iya betul seperti yang mbak bilang, memang apapun yang judulnya cinta selalu butuh lembaran tebal untuk disentuh. Perlu kata (lagi) atau tak perlu (lagi) itu tetap judulnya cinta. Tergantung dengan bagaimana cara menjalankannya. Semua itu pilihan " memberikan keleluasaan (dalam arti tidak melanggar apa yang sudah menjadi komitmen bersama) atau kekang-kekang sehingga mencari kunci cadangan untuk meloloskan diri".

    ReplyDelete

Pelanggan Mampir



Tuesday, April 5, 2016

Bertahanlah Manl(i/a)ng

Karena semenjak tadi angin hanya bergurau dengan langit. Tertawa tentang mendung yang datang kadang-kadang tanpa hujan di peraduan. Ada panas yang makin menggigit kala sedu sedan tak berpadam. Kemudian yang paling kejam memang kesepian. Karena yang berguraupun tak lucu, ramai pun senyap membiru

Asingkah dengan keadaan? Bukankah disebuah tujuan pernah kita punya waktu, canda, duka yang dibungkus rasa serupa? Bahkan kita pernah berkaca-kaca ketika usaha sampai pada titik pasrah pada Yang Paling Berkuasa. Apapun yang judulnya cinta selalu butuh lembaran tebal untuk disentuh. Meski usang tapi ada senyum saat mengenang.

Bukankah semua orang butuh ruang? Keleluasaan selalu datang dari kepercayaan. Buat apa kekang-kekang kalau punya kunci cadangan untuk keluar? Sebenarnya, ia hanya butuh setia dan percaya. Karena percuma menertibkan seorang pengkhianat dengan kesetiaan atau mendikte seorang pembohong dengan kepercayaan.

Jangan jadi liat nanti kalau yang nanti-nanti masih leluasa berandai menari-nari. Sedangkan yang sudah-sudah khayalan pernah diusir kenyataan. Ini impian atau mimpi? Sedangkan dari bual, dikit-dikit kita pernah jatuh yang asyik sampai akhirnya hati dijatuhkan belati. Jangan memutilasi diri sendiri, tau ada resiko kenapa mesti bermain dengan akibat?

Jubah paling panjang untuk sembunyi paling tak terintrogasi. Tapi lagi-lagi sidik jari bicara sendiri. Tentang apa yang tersembunyi sampai yang seolah-olah berbenah diri. Sesal memang menyeruak sampai malam. Hingga pagi menjelang, perang rindu dengan sesal masih menghasilkan seri. Rona-rona jingga cuma mau bilang "bertahanlah malang!" Namun bukankah hidup menuntut untuk tetap berpetualang? Berpetualanglah terus tapi jangan lupa berkemas ulang. Tak perlu tunggu keadaan genting untuk berpaling. Karena sungguh yang paling baik adalah berpaling setelah menyelesaikan yang genting.

4 comments:

  1. Apakah si malang perlu menertibkan pengkhianat atau yang lainnya? Jawabnya tidak ada yang perlu ditertibkan, karena si malang cukup memberikan ruang dan keleluasaan untuk bergerak sehingga dapat sama-sama menaruh rasa saling percaya dan setia. Sehingga tak ada kata untuk menunggu waktu genting dan kata berpaling lagi.

    ReplyDelete
  2. Karena si malang tak perlu kata berpaling (lagi)
    Great comment. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe iya mbak. Tulisannya yang bagus kok hehehe. Commentnya masih berlanjut di bawah mbak. :D

      Delete
  3. Iya betul seperti yang mbak bilang, memang apapun yang judulnya cinta selalu butuh lembaran tebal untuk disentuh. Perlu kata (lagi) atau tak perlu (lagi) itu tetap judulnya cinta. Tergantung dengan bagaimana cara menjalankannya. Semua itu pilihan " memberikan keleluasaan (dalam arti tidak melanggar apa yang sudah menjadi komitmen bersama) atau kekang-kekang sehingga mencari kunci cadangan untuk meloloskan diri".

    ReplyDelete

Tuesday, April 5, 2016

Bertahanlah Manl(i/a)ng

Karena semenjak tadi angin hanya bergurau dengan langit. Tertawa tentang mendung yang datang kadang-kadang tanpa hujan di peraduan. Ada panas yang makin menggigit kala sedu sedan tak berpadam. Kemudian yang paling kejam memang kesepian. Karena yang berguraupun tak lucu, ramai pun senyap membiru

Asingkah dengan keadaan? Bukankah disebuah tujuan pernah kita punya waktu, canda, duka yang dibungkus rasa serupa? Bahkan kita pernah berkaca-kaca ketika usaha sampai pada titik pasrah pada Yang Paling Berkuasa. Apapun yang judulnya cinta selalu butuh lembaran tebal untuk disentuh. Meski usang tapi ada senyum saat mengenang.

Bukankah semua orang butuh ruang? Keleluasaan selalu datang dari kepercayaan. Buat apa kekang-kekang kalau punya kunci cadangan untuk keluar? Sebenarnya, ia hanya butuh setia dan percaya. Karena percuma menertibkan seorang pengkhianat dengan kesetiaan atau mendikte seorang pembohong dengan kepercayaan.

Jangan jadi liat nanti kalau yang nanti-nanti masih leluasa berandai menari-nari. Sedangkan yang sudah-sudah khayalan pernah diusir kenyataan. Ini impian atau mimpi? Sedangkan dari bual, dikit-dikit kita pernah jatuh yang asyik sampai akhirnya hati dijatuhkan belati. Jangan memutilasi diri sendiri, tau ada resiko kenapa mesti bermain dengan akibat?

Jubah paling panjang untuk sembunyi paling tak terintrogasi. Tapi lagi-lagi sidik jari bicara sendiri. Tentang apa yang tersembunyi sampai yang seolah-olah berbenah diri. Sesal memang menyeruak sampai malam. Hingga pagi menjelang, perang rindu dengan sesal masih menghasilkan seri. Rona-rona jingga cuma mau bilang "bertahanlah malang!" Namun bukankah hidup menuntut untuk tetap berpetualang? Berpetualanglah terus tapi jangan lupa berkemas ulang. Tak perlu tunggu keadaan genting untuk berpaling. Karena sungguh yang paling baik adalah berpaling setelah menyelesaikan yang genting.

4 comments:

  1. Apakah si malang perlu menertibkan pengkhianat atau yang lainnya? Jawabnya tidak ada yang perlu ditertibkan, karena si malang cukup memberikan ruang dan keleluasaan untuk bergerak sehingga dapat sama-sama menaruh rasa saling percaya dan setia. Sehingga tak ada kata untuk menunggu waktu genting dan kata berpaling lagi.

    ReplyDelete
  2. Karena si malang tak perlu kata berpaling (lagi)
    Great comment. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe iya mbak. Tulisannya yang bagus kok hehehe. Commentnya masih berlanjut di bawah mbak. :D

      Delete
  3. Iya betul seperti yang mbak bilang, memang apapun yang judulnya cinta selalu butuh lembaran tebal untuk disentuh. Perlu kata (lagi) atau tak perlu (lagi) itu tetap judulnya cinta. Tergantung dengan bagaimana cara menjalankannya. Semua itu pilihan " memberikan keleluasaan (dalam arti tidak melanggar apa yang sudah menjadi komitmen bersama) atau kekang-kekang sehingga mencari kunci cadangan untuk meloloskan diri".

    ReplyDelete

Translate

Koki Blog

My photo
Jakarta , Indonesia
Panggil saya Tyas, tanpa Mirasih apalagi dengan Muncus. sekian